Joko Purnama, S.Pd, M.Si akhirnya terpilih kembali menjadi Ketua Pemuda Muhammadiyah Kabupaten Magetan masa bakti 2011-2015. Musda Pemuda Muhammadiyah XIV kali ini diadakan bersamaan dengan Musyda Nasyatul ‘Aisyiyahdi di Aula Gedung Dakwah Muhammadiyah Magetan, Minggu (24/4/2011). Pada acara Musyda kali ini terasa istimewa karena dibuka langsung oleh Bupati Magetan, Drs. Sumantri, MM dan dihadiri oleh Dra. Mardiana Indraswati, anggota DPR RI dari Fraksi PAN serta H. Sutikno, BSc, Ketua DPD PAN Magetan. Suasana semakin meriah ketika murid-murid Sedamu menampilkan band dengan lagu-lagu religi. Pada kesempatan itu pula Dra. Mardiana Indraswati tak lupa memberikan oleh-oleh umrohnya kepada setiap peserta yang hadir.
Sejumlah harapan disampaikan atas kepemimpinan mendatang untuk bisa membawa Pemuda Muhammadiyah lebih berkiprah di masyarakat. “Kita berharap pemimpin terpilih bisa membawa Pemuda Muhammadiyah lebih berkiprah di masyarakat,” ujar Panitia Pengarah Musda Pemuda Muhammadiyah, Supriyadi disaat memberikan sambutan pada pembukaan.
Sebelum pelaksanaan musda, panitia pemilihan sudah membagikan formulir usulan pencalonan ketua dan anggota formatur ke seluruh cabang pemuda muhammadiyah. Usulan dari cabang yang masuk ada 5 calon ketua yakni : Joko Purnama, S.Pd, M.Si, Yakub Trijuna Kaharrudin, Moh. Sulistyana, Imam. P dan Slamet. Namun menjelang pemilihan hanya 3 kandidat yang dinyatakan berhak mengikuti tahapan selanjutnya Ke tiga calon ketua itu adalah Joko Purnama, S.Pd, M.Si, Yakub Trijuna Kaharrudin dan Imam. P. Setelah melakukan visi dan misi dilanjutkan dengan pemungutan suara dengan hasil Joko Purnama meraih 29 suara, Imam 29 suara, Yakub meraih 17 suara dan 1 tidak sah. Dengan demikian, sesuai tata tertib pemilihan harus dilaksanakan pemungutan suara ulang. Pada pemungutan suara tahap ke dua, Joko Purnama meraih 37 suara dan Imam meraih 24 suara dan 1 abstain. Dengan demikian Joko Purnama terpilih kembali menjadi ketua Pemuda Muhammadiyah Kabupaten Magetan periode 2011-2015.
Usai terpilih menjadi Ketua Pemuda Muhammadiyah, Joko Purnama, S.Pd, M.Si berjanji akan meningkatkan peran organisasi tersebut dalam kehidupan bermasyarakat. “Kita juga akan menanamkan nilai-nilai religius di kalangan pemuda untuk membentengi mereka agar tetap berakhlaq baik sebagai generasi penerus bangsa,” tegasnya.
Sedangkan pada Musyda Nasyiatul ‘Aisyiyah Yuli Setyowati terpilih menggantikan Dian Nawangwulan ketua NA periode sebelumnya. Pada proses pemungutan suara sebenarnya Dian Nawangwulan meraih tetap meraih terbanyak, namun pada proses rapat formatur, untuk regenerasi maka tampuk pimpinan diamanatkan kepada Yuli Setyowati. Sedangkan sekretaris terpilih Ririn Kurniati dan Dian Nawangwulan menjadi bendahara. (@ry)
Minggu, 24 April 2011
Rabu, 13 April 2011
Politik Santun Mohammad Natsir
Mohammad Natsir seakan berasal dari negeri yang jauh. Sebuah negeri tempat politikus berjuang sungguh-sungguh demi rakyat yang diwakilinya. Mereka memegang teguh ideologi partai masing-masing. Beradu argumen dengan ganas, tapi tetap dengan tutur kata sopan, dan sesudahnya mereka bercakap hangat dengan lawan politiknya sambil meneguk secangkir kopi di saat rihat. Mereka berperang kata, tapi seketika saling berpegangan tangan saat menghadapi penjajah Belanda.
Indonesia di awal kemerdekaan, ketika Mohammad Natsir berkecimpung menjadi politikus dari Partai Masyumi, bukanlah negeri khayalan. Ketika itu beda pendapat dan pandangan sudah biasa. Para politikus tak merasa perlu memamerkan kekayaan kepada publik. Bahkan sebaliknya, mereka cukup bersahaja.
Sebagai Menteri Penerangan, Natsir tak malu mengenakan kemeja kusam dan jas bertambal. Ketika menjadi Ketua Fraksi Masyumi, dia menampik hadiah sebuah mobil Chevrolet Impala yang tergolong mewah dari seorang pengusaha. Ia menolak dengan cara halus agar si pemberi tak merasa kehilangan muka. Padahal di rumahnya yang sederhana hanya ada sebuah mobil DeSoto rombeng. “Mobil itu bukan hak kita. Lagi pula yang ada masih cukup,” begitu nasihat yang disampaikannya kepada istri dan anak-anak.
Di awal kemerdekaan itu sebuah negara baru sedang bangkit. Para politikus berkhidmat sekuat-kuatnya untuk Tanah Air. Mereka patriot-pejuang, beberapa di antaranya pernah mendekam di bui atau menjalani pembuangan di tempat terpencil di masa penjajahan Belanda. Mereka menghidupkan politik, bukan mencari hidup dari politik. Tentu saja di masa itu ada beberapa politikus yang berperilaku miring, tapi jumlahnya bisa dihitung dengan jari.
Maka tak salah bila Daniel Lev (almarhum), seorang Indonesianis kenamaan, berkali-kali mengingatkan generasi muda Indonesia. Bila ingin mempelajari semangat berdemokrasi serta kehidupan politikus yang bersih dan bersahaja, tak perlu menoleh jauh-jauh ke Eropa atau Amerika. “Pelajari saja masa demokrasi pada 1950-an,” katanya suatu kali.
Politik santun itu perlu dikembalikan ke zaman ini, lebih dari 60 tahun setelah Indonesia merdeka. Terutama ketika dunia politik terasa pengap oleh skandal beruntun. Sejumlah politikus melakukan korupsi berkawanan, meminta imbalan materi atas aturan hukum yang mereka buat, ada yang terlibat kejahatan seksual.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat membuat pelataran kantornya bak ruang pamer mobil mewah dengan mengendarai kendaraan luar biasa mahal justru di saat kebanyakan rakyat hidup miskin. Mereka berlomba mengejar popularitas demi mendaki tangga karier politik sendiri, sesuatu yang jauh dari kepentingan rakyat pemilihnya. Santun, bersahaja, dan semangat berkhidmat menjadi barang langka. Begitu jauh jarak yang terbentang antara para politikus dan rakyat yang diwakilinya.
Sejauh ini minim sekali teguran dari partai politik kepada anggotanya yang berperilaku rendah. Hampir tak ada partai yang menggariskan pedoman jelas kepada anggotanya untuk bertingkah laku sesuai dengan keadaan mayoritas rakyat. Surat teguran dan recalling, dalam sejarah Dewan, hanya akan terbit justru bila terjadi perbedaan pendapat antara anggota dan pemimpin partainya.
Barangkali sistem perwakilan politik perlu diperbaiki total. Perlu sebuah sistem dengan aturan jelas yang membuat para politikus terikat dan sungguh-sungguh memperhatikan aspirasi rakyat. Mungkin Indonesia tak bisa lagi membayangkan para politikus akan berperilaku santun dan bersahaja seperti Natsir dan kawan-kawan di masa lalu. Tapi dengan perbaikan sistem, mungkin keadaan baik itu bisa ditiru.
Nasib negara seyogianya memang tak diserahkan kepada kebajikan orang per orang, tapi pada sistem yang baik. Saat ini segemas apa pun masyarakat pemilih terhadap perilaku para wakilnya, mereka tak bisa berbuat apa-apa. Mereka tak punya kekuatan untuk segera menghukum para politikus lancung itu.
Salah satu usul perbaikan sistem politik itu adalah mempersingkat masa tugas anggota Dewan—seperti dilontarkan Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan. Masa jabatan anggota Dewan Perwakilan Rakyat sebaiknya tiga tahun saja, bukan lima tahun seperti sekarang. Dengan masa jabatan yang pendek, konstituen bisa lebih cepat menghukum wakil pilihannya bila menyeleweng. Mereka yang berprestasi bisa dipilih kembali, yang kerang-keroh tak akan dipilih lagi.
Sistem seperti itu akan membuat demokrasi berpihak dan melayani seluruh rakyat. Para aktor politik di dalamnya tetap boleh mengejar kepentingan pribadi, kelompok, atau partainya, tapi dengan cara yang menguntungkan publik.
Dengan sistem yang diperbaiki itu, bukan mustahil perilaku santun, bersih, bersahaja akan kembali mewarnai panggung politik negeri. Siapa tahu kelak kita akan bertemu dengan politikus yang sekaliber atau malah lebih baik daripada seorang Mohammad Natsir. sumber : Politik Santun – Mohammad Natsir (MBM Tempo)
Selasa, 05 April 2011
Rumah Perjuangan Baru, Semangat Baru
Seraya mengucap syukur kepada Allah, SWT, PAN Magetan akan segera menempati rumah perjuangan yang baru. Diusia perjuangan yang hampir 13 Tahun, PAN Magetan telah merasakan kehidupan organisasi yang nomaden. Di awal-awal deklarasi hingga Pemilu 1999 berkantor dari rumah H.M. Khanan (Mantan Ketua PAN Magetan, MPP. PAN), menjelang Pemilu 2004 mengontrak rumah tua di Jl. Teuku Umar, Pasca Pemilu 2004 berpindah ke Jl. Bali dan terakhir mengontrak rumah di Jl. Kalimantan sampai sekarang. Semua meninggalkan kesan dan kenangan perjuangan yang selalu terbawa di langkah-langkah perjuangan berikutnya. Alhamdullilah. Pasca Pemilu 2009, PAN Magetan mendapatkan hibah tanah seluas 1000 m2 dari keluarga H. Sutikno, BSc. Begitu H. Sutikno, BSc terpilih menjadi Wakil Ketua DPRD Magetan, beliau membangunkan kantor utama Rumah PAN. Sekarang telah berdiri megah dan masih menyelesaikan pembangunan pagar dan halaman depan. Lokasi kantor yang baru ini berlokasi di Desa Sugihwaras, di Jalan Raya Maospati, 7 Km dari pusat kota Magetan. Rencana peresmian Rumah PAN ini akan diselenggarakan bersamaan dengan pelantikan Pengurus DPD PAN periode 2010-2015, yang akan dihadiri oleh M. Amien Rais. Dengan rumah perjuangan yang baru inilah diharapkan pergerakan PAN Magetan akan lebih dasyat lagi. Rumah perjuangan yang baru sudah ada di hadapan kita. Mari kita sambut dengan harapan dan semangat baru agar semangt perjuangan kita terus menyala dan penuh harapan. Rumah yang paling indah adalah rumah punya kita sendiri. (Untuk Saudara-saudaraku dari luar Magetan, kalau ke Sarangan jangan lupa mampir walau hanya untuk sekadar memberi salam ya..) (@ry)
Minggu, 03 April 2011
Manajemen Kaderisasi PAN
Partai politik adalah institusi yang dinamis. Pengelolaannya membutuhkan sosok-sosok yang berintegritas tinggi dan handal mengatur organisasi yang dinamis (Anis Baswedan. Rektor Universitas Paramadina)
Acuan mengelola organisasi politik menuju partai politik yang modern dan kuat masihlah langka. Hampir semua partai di Indonesia mengalami persoalan pada kaderisasi. Partai politik mempunyai kewajiban memberikan pendidikan politik kepada masyarakat dan terutama menyiapkan kader-kader partai yang merupakan sumber daya manusia calon-calon pemimpin di masyarakat. Untuk itu PAN harus berani melangkah menjadi partai yang berbasis program. Pimpinan PAN dan aparatus partai di berbagai level harus menyiapkan sistem kepelatihan kaderisasi yang lebih implementatif. Kader-kader PAN harus disiapkan menjadi kader-kader tangguh dan terlatih agar sanggup menghadapi segala bentuk kompetisi politik, yang juga terlatih dalam segala medan perjuangan. Kompetisi politik di era demokrasi seperti sekarang ini kader partai dituntut memiliki kapasitas, kapabilitas, serta komitmen untuk menjalankan amanat politik rakyat sekaligus menjalankan amanat partai. Hanya kader-kader yang tangguh, kader yang terlatih dan yang mempunyai komitmenlah yang sanggup memikul beban perjuangan partai dan membawa visi dan misi partai.
Sebelum action yang terancang dalam program kerja, maka kita harus mengenal potensi internal organisasi. Berbicara tentang potensi internal, maka perangkat utamanya adalah kader. Dan sudah barang tentu, tujuan akhir pengembangan potensi internal ini adalah membentuk kader-kader kompeten, tangguh dan terlatih di berbagai bidang. Jika kader minat dalam bidang media, maka dia harus disediakan sarana pelatihan agar menjadi penggiat media yang handal. Jika dia bertujuan menjadi politisi, maka dia harus diasah supaya memiliki kapasitas, kapabilitas menjadi pejabat publik. Kalau ia tertarik dalam bidang SAR, ia pun harus memperoleh bekal kepelatihan yang cukup agar tidak gagap ketika terjun langsung dalam penanganan bencana.
Sebagai syarat memiliki daya saing dalam kompetisi politik dewasa ini, meng-upgrade kemampuan melalui kepelatihan-kepelatihan adalah hal mutlak. Dengan kepelatihan yang kontinyu dan sistematis akan menghasilkan kader yang berkompeten dan profesional. Oleh karena itu PAN dan seluruh jenjangnya harus mengadakan kepelatihan-kepelatihan yang terprogram termasuk meningkatkan capacity building kadernya (@ry)
Langganan:
Postingan (Atom)