Kamis, 31 Maret 2011

Sisa Keindahan Telaga Sarangan


Telaga Sarangan yang juga dikenal dengan nama Telaga Pasir adalah daerah wisata yang berjarak 25 km dari pusat kota Kabupaten Magetan. Telaga alami dengan luas sekitar 30 hektar dan berkedalaman 28 meter ini diapit dua gunung yakni gunung Lawu dan Gunung Sidoramping. Panorama telaga yang mempesona dengan latar gunung lawu yang menjulang dan dihiasi hutan cemara. Tak seberapa jauh dari telaga, ada sebuah air terjun Ngadiloyo yang menambah indahnya lokasi wisata ini. Telaga Sarangan merupakan obyek wisata andalan kabupaten Magetan, dimana tiap tahunnya mendatangkan ratusan ribu pengunjung yang ingin menikmati keindahannya.

Dalam sebuah tulisan Paul Zacharia (kabut mendesir di Tlogo Pasir) disalah satu majalah maskapai penerbangan, Sarangan termasuk obyek wisata tertua, bukan saja di Jawa Timur tapi juga di Indonesia. Hotel Sylverwin menjadi saksi bisu keindahan sarangan telah tersohor pada jaman Hindia Belanda. Hotel Sylverwin adalah hotel peninggalan Belanda yang masih beroperasi dan satu-satunya yang berasitektur berwawasan lingkungan tampak kontras dibelantara bangunan-bangunan disekitarnya. Karena keindahannya pula seorang penulis inggris, H.W. Ponder melaporkan catatan perjalanannya dalam buku ‘Java Pageant’-Impressions of the 30’s yang diterbitkan pada awal tigapuluhan. Sampai saat ini buku ini masih dicari orang untuk referensi kondisi wisata di jawa di tahun-tahun itu.


Ia menambahkan, sekarang kondisinya jauh berbeda dimana kacaunya lingkungan disekitar Telaga Pasir sangat memprihatinkan. Jalan menuju kawasan ini cukup lebar dan telah diamankan dengan plesengan yang rapi sekali. Juga jalan disekeliling danau sudah berpagar dan terawatt namun missmanagement tetap nyata terlihat. Kekumuhan sangat menyesakkan dada. Bangunan-bangunan desa yang mejeng dengan tampilan kota, pagar-pagar hotel dengan stainless steel menjadikan tidak akrab lagi dengan suasana pedesaan yang asri. Tapi yang amat parah adalah dibiarkannya lapak-lapak seperti pasar tumpah yang merambah ditepi danau. Keberadaan lapak-lapak itu telah sukses mengusik suasana ketenangan dan kedamaian yang diharapkan pelancong.
Sepertinya semua pedagang bebas mendirikan lapak dimana saja tanpa pengaturan. Sebuah taman bermain dan bercengkrama pun menjadi mubazir keberadaannya karena terbungkus rapat lapak-lapak yang berdiri memagarinya. Tak dapat dibayangkan betapa sesaknya kawasan yang karut marut ini kalau hari libur. Tlogo pasir ini hanya bisa dinikmati justru bila cuaca tidak cerah, sehingga keramaian disana tidak menyesakkan ruang gerak pengunjung yang memang ingin bergerak leluasa. Apa artinya berkuda kalau harus berhimpitan dengan mobil, apalagi lingkungannya yang tidak alami lagi? Apalagi sekarang untuk berfoto saja harus berebut posisi dengan tukang bakso atau penjual lainnya. Saat ini Telaga Sarangan bersejarah ini nyaris menjadi sebuah kolam dingin ditengah pasar.

Pemerintah harusnya duduk bersama dengan semua elemen terkait, bagaimana menata aset berharga ini supaya seluruh kawasan telaga dapat memiliki kelas internasional. Telaga ini layak dinikmati turis mancanegara, sehingga pendapatan daerah serta penduduk disana berlipat ganda. Sesungguhnya masuknya dollar dapat mengangkat seluruh kabupaten Magetan dan akan memakmurkan masyarakat dan obyek wisata disekitarnya juga. Seluruh kawasan penjual souvenir seyogyanya ddibuatkan lokasi yang artistik dan nyeni dilahan yang tidak mengusik penikmatan dan ketenangan danau. Tentunya dengan pengarahan turis pasti singgah setelah puas menikmati keindahan telaga. Pengendalian wisata ini bisa dilakukan diobyek berskala mega seperti Candi Borobudur dan Kawah Bromo tapi kenapa gagal di Sarangan? Sesungguhnya bila benar-benar dikelola secara professional, Sarangan layak menjadi obyek wisata berkelas dunia yang dapat dibanggakan.

Semoga kita masih bisa menyelamatkan aset berharga ini dari kerusakan lingkungan yang lebih parah. Kalau di jaman Belanda saja namanya mendunia, janganlah dibiarkan menjadi hanya utopia. Jangan biarkan sisa-sisa keindahan danau ini habis tertelan menjadi kolam raksasa di tengah pasar lapak-lapak jingga. *Paul Zacharia (kabut mendesir di Tlogo Pasir) – (@ry)

0 komentar:

Posting Komentar

 

Copyright 2008 All Rights Reserved | PAN KABUPATEN MAGETAN Designed by Bloggers Template | CSS done by Link Building